sumber foto: unsplash.com/@sharonmccutcheon
Kemudian ditetapkan lusa saya akan menjalani operasi. Persiapan pun dilakukan dan saya langsung menjalani rawat inap. Sayangnya, keesokan harinya saya menstruasi sehingga dokter tidak berani untuk melakukan operasi. Sebab dikuatirkan pendarahan yang terjadi bersamaan dengan menstruasi akan membuat saya kehilangan banyak darah. Akhirnya saya pun pulang dan wajib kembali setelah menstruasi selesai.
Tentu sebelum pulang saya sempatkan untuk bertanya ke bagian administrasi mengenai perkiraan biaya operasi kista di Yogyakarta tepatnya di Rumah Sakit Panti Rapih. Waktu itu diperkirakan biaya sekitar 13 jutaan untuk kamar perawatan kelas 2. Tertundanya operasi ini meskipun membuat saya harus menahan sakit selama kurang lebih seminggu tetapi sekaligus memberi waktu pada saya untuk mempersiapkan diri terutama persiapan mental.
Kira-kira seminggu kemudian, saya kembali ke Rumah Sakit Panti Rapih untuk menjalani operasi kista endometriosis. Operasi dimulai pagi hari sekitar pukul 7 pagi dan berakhir menjelang pukul 11 siang. Operasi berjalan dengan lancar dengan hasil yang cukup membuat saya terkejut. Ternyata saya tidak hanya memiliki satu kista endometriosis di sebelah kiri saja tetapi telah tumbuh pula kista endometriosis di sebelah kanan.
Kista di sebelah kiri telah mencapai ukuran 13 cm, sedangkan kista di sebelah kanan berukuran 6 cm. Kista sebelah kanan inilah yang pecah dan menimbulkan rasa sakit serta perlengketan. Selain itu, didapati juga empat buah miom dengan ukuran 4cm, 2cm dan 1cm. Miom yang berukuran 4cm juga ikut diangkat sedangkan 3 miom lainnya tidak diangkat karena masih berukuran kecil. Tak hanya itu saja, dokter juga mendapati adanya banyak seperti jerawat di dinding rahim yang kemudian “dibakar” istilah dokter untuk menyederhanakan penjelasannya.
Total biaya operasi kista di Yogyakarta tepatnya di Rumah Sakit Panti Rapih yang harus dibayarkan pada bulan Oktober 2013 itu adalah sebesar 14 juta lebih sedikit. Saya menempati kelas 2 dan menjalani rawat inap selama empat hari. Untuk obat-obatan yang diberikan tidak banyak, sebab Dokter Bharoto ini adalah tipe dokter yang ingin meringankan beban para pasiennya. Beliau selalu mengusahakan untuk mendapatkan obat yang murah dan obat yang benar-benar diperlukan oleh pasiennya saja. Sebelum operasi dilakukan, saya diminta untuk mempersiapkan dua kantong darah. Tetapi ternyata yang dibutuhkan hanya satu kantong darah saja. Setelah operasi proses pemulihan berjalan cukup cepat. Saat pulang dari rumah sakit saya sudah bisa berjalan sendiri tanpa kursi roda dan sudah bisa langsung beraktivitas di rumah meskipun tidak untuk kegiatan yang berat.
Tentu sebelum pulang saya sempatkan untuk bertanya ke bagian administrasi mengenai perkiraan biaya operasi kista di Yogyakarta tepatnya di Rumah Sakit Panti Rapih. Waktu itu diperkirakan biaya sekitar 13 jutaan untuk kamar perawatan kelas 2. Tertundanya operasi ini meskipun membuat saya harus menahan sakit selama kurang lebih seminggu tetapi sekaligus memberi waktu pada saya untuk mempersiapkan diri terutama persiapan mental.
Kira-kira seminggu kemudian, saya kembali ke Rumah Sakit Panti Rapih untuk menjalani operasi kista endometriosis. Operasi dimulai pagi hari sekitar pukul 7 pagi dan berakhir menjelang pukul 11 siang. Operasi berjalan dengan lancar dengan hasil yang cukup membuat saya terkejut. Ternyata saya tidak hanya memiliki satu kista endometriosis di sebelah kiri saja tetapi telah tumbuh pula kista endometriosis di sebelah kanan.
Kista di sebelah kiri telah mencapai ukuran 13 cm, sedangkan kista di sebelah kanan berukuran 6 cm. Kista sebelah kanan inilah yang pecah dan menimbulkan rasa sakit serta perlengketan. Selain itu, didapati juga empat buah miom dengan ukuran 4cm, 2cm dan 1cm. Miom yang berukuran 4cm juga ikut diangkat sedangkan 3 miom lainnya tidak diangkat karena masih berukuran kecil. Tak hanya itu saja, dokter juga mendapati adanya banyak seperti jerawat di dinding rahim yang kemudian “dibakar” istilah dokter untuk menyederhanakan penjelasannya.
Total biaya operasi kista di Yogyakarta tepatnya di Rumah Sakit Panti Rapih yang harus dibayarkan pada bulan Oktober 2013 itu adalah sebesar 14 juta lebih sedikit. Saya menempati kelas 2 dan menjalani rawat inap selama empat hari. Untuk obat-obatan yang diberikan tidak banyak, sebab Dokter Bharoto ini adalah tipe dokter yang ingin meringankan beban para pasiennya. Beliau selalu mengusahakan untuk mendapatkan obat yang murah dan obat yang benar-benar diperlukan oleh pasiennya saja. Sebelum operasi dilakukan, saya diminta untuk mempersiapkan dua kantong darah. Tetapi ternyata yang dibutuhkan hanya satu kantong darah saja. Setelah operasi proses pemulihan berjalan cukup cepat. Saat pulang dari rumah sakit saya sudah bisa berjalan sendiri tanpa kursi roda dan sudah bisa langsung beraktivitas di rumah meskipun tidak untuk kegiatan yang berat.
Posting Komentar